Surabaya – Kembalinya klien eks narapidana terorisme (napiter) di tengah masyarakat pasca menjalani masa pidana tentu bukan merupakan soal mudah. Berbagai tantangan dan persoalan yang kompleks, mulai dari permasalahan stigmatisasi masyarakat, masalah psikososial, hingga ekonomi, dihadapi dalam penanganan eks-napiter.
Melihat kompleksitas permasalahan tersebut, pemahaman yang mendalam mengenai teknik rehabilitasi dan reintegrasi sosial eks-napiter menjadi suatu kemampuan yang harus dimiliki Pembimbing Kemasyarakatan, aparat penegak hukum, stakeholder terkait, dan masyarakat, sehingga dapat menekan potensi klien untuk kembali bergabung dalam jaringan ekstremis.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan beserta Bapas Malang bertemu dengan Pokmas Lipas dan stakeholder terkait dalam agenda bertajuk “Pelatihan Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Mantan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia” yang diselenggarakan di Surabaya, 14-17 Maret 2022. Kegiatan dibuka oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jatim dan Kepala Bapas Kelas I Malang.
Dalam 18 sesi rangkaian kegiatan pelatihan, peserta dapat memahami mengenai akar penyebab terorisme, mengidentifikasi tantangan yang dihadapi pasca-pelepasan napiter, mempelajari strategi rehabilitasi dan reintegrasi berbasis gender, memahami manajemen stigma, hingga mendiskusikan keberhasilan dan kegagalan reintegrasi eks-napiter di masyarakat.
Adapun kegiatan ini terlaksana atas dukungan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), United Nations Office of Counter-Terrorism (UNOCT), dan Counter-Terrorism Committee Executive Directorate (CTED), serta Pemerintah Jepang.